Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu menyimpulkan Badan Pengawas Pemilu
dan Komisi Pemilihan Umum memiliki perbedaan persepsi dalam menafsirkan
ketentuan penyelesaian sengketa dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012
tentang Pemilu.
"Semua fakta-fakta yang terungkap dalam
persidangan dipandang dengan persepsi berbeda oleh pihak teradu (KPU)
yang didukung dengan keterangan para ahli," kata Ketua Majelis Sidang
DKPP Jimly Asshiddiqie ketika membacakan Putusan Sidang di Jakarta,
Jumat.
Dia menjelaskan penafsiran dan cara pandang pengadu, dalam
hal ini Bawaslu, sulit dibenarkan karena pada akhirnya KPU melaksanakan
putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) dan fatwa Mahkamah
Agung (MA) yang bersifat final dan mengikat.
Konflik bermula
ketika Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) tidak memenuhi
syarat administratif dan gagal menjadi peserta Pemilu 2014, sehingga
mengadukan ketua seluruh anggota KPU Pusat ke Bawaslu.
Bawaslu
kemudian mengabulkan pengaduan PKPI dengan menerbitkan Keputusan Nomor
012/SP-2/Set.Bawaslu/2013 yang meminta KPU mengikutsertakan PKPI menjadi
peserta Pemilu 2014.
Namun, KPU menolak menjalankan Keputusan
Bawaslu tersebut karena berdasarkan UU keputusan Bawaslu terkait
verifikasi parpol peserta pemilu tidak bersifat final dan mengikat.
Kebuntuan
tersebut kemudian membuat Bawaslu membawa perkara tersebut ke DKPP,
sementara PKPI melayangkan gugatannya atas KPU ke PTTUN.
0 komentar:
Posting Komentar